Ketika penulis masih
sekolah dulu, penulis ingat sepenggal kisah tentang Haji Agus Salim adalah
sebagai berikut :
Saat Indonesia baru merdeka, masih banyak
negara-negara terutama Eropa yang tak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.
Khususnya Jerman. Rakyat Jerman adalah rakyat yang “sombong”. Rakyat Jerman merasa
bahwa dirinya yang termasuk bangsa Arya adalah bangsa yang paling tinggi
derajatnya di dunia dibanding bangsa-bangsa lain, termasuk dalam hal bahasa.
Jerman tak mau mendengar pidato diplomasi negara lain jika tak menggunakan
bahasa Jerman.
Ketika itu
Haji Agus Salim adalah seorang Menteri Luar Negeri dan sedang berkunjung ke
Jerman. Beliau tahu tentang hal ini. Beliau pun akhirnya menyusun naskah pidato
dengan Bahasa Jerman bukan Bahasa Inggris. Jerman yang awalnya tak mau
memandang Indonesia sama sekali sangat terpukau mendengar pidato dari Haji Agus
Salim yang ternyata bisa berbahasa Jerman. Seketika itu Jerman langsung menyatakan
dukungannya terhadap Indonesia.
Itulah sepenggal kisah
dari jasa Haji Agus Salim. Untuk benar salahnya penulis haturkan maaf. Berikut
ini akan penulis sajikan Biografi Haji Agus Salim.
Biografi
Haji Agus Salim
dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1884 di Kota Gadang, Agam, Sumatra Barat.
Beliau terlahir dengan nama Mashudul Haq, bahasa Arab yang berarti “membela
yang benar”. Ia adalah anak keempat dari seorang jaksa pengadilan tinggi
setempat, Moehammad Salim.
Sebagai anak seorang jaksa, tentunya Agus
Salim lebih beruntung dibanding anak yang lain karena dengankedudukan
keluarganya yang terhormat ini, ia bisa bersekolah tinggi Belanda dengan tanpa
hambatan. Agus Salim juga dikenal sangat pandai di sekolahnya. Ketika remaja,
Agus Salim telah menguasai tujuh bahasa asing yaitu Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman.
Karena
kecerdasan Agus Salim itulah pada 1903 beliau berhasil lulus dengan predikat
lulusan terbaik SMA atau HBS (Hogere Burger School) dimana saat itu masa
belajar Sekolah Menengah adalah 5 tahun diusianya yang masih belia yaitu 19
tahun. Agus Salim menjadi lulusan terbaik di tiga kota yaitu Surabaya,
Semarang, dan Jakarta.
Setelah lulus HBS maka Agus Salim
menyampaikan minatnya untuk meneruskan sekolah ke Belanda dengan mengambil
jurusan kedokteran. Beliau kemudia mengajukan beasiswa. Namun entah kenapa beasiswa
beliau ditolak.
Di lain pihak, RA Kartini yang
hidup semasa dengan beliau melakukan hal yang sama dan beasiswanya diterima
namun karena RA Kartini sudah menikah dan sesuai adat Jawa, perempuan yang
sudah menikah tak boleh tinggal jauh dari suami maka Kartini mengurungkan
niatnya untuk mengambil kedokteran di Belanda. Kartini kemudian mendengar kabar
mengenai Agus Salim dan berniat ingin menggantikan beasiswanya kepada Agus
Salim.
Hal ini sempat termaktub dalam sebuah surat Kartini kepada sahabat Belandanya
yaitu Ny. Abendanon, istri pejabat yang menentukan pemberian beasiswa
pemerintah pada Kartini: “Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami
ingin melihat dia dikarunia bahagia. Anak muda itu namanya Salim, dia anak
Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti ujian penghabisan sekolah
menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS!
Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi
dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan.”
Pemerintah Hindia Belanda pun
menyetujui usulan Kartini untuk menghibahkan beasiswa senilai 4800 gulden pada
Agus Salim. Namun Agus Salim menolak dengan halus karena beliau beranggapan
beasiswa Kartini itu bukan karena prestasinya melainkan karena permintaan
Kartini yang seorang bangsawan sehingga bisa memohon langsung ke pemerintah.
Bagi Agus Salim hal tersebut justru sangat menyinggung perasaannya karena telah
diperlakukan demikian.
Akhirnya Agus Salim mengurungkan
niatnya sekolah kedokteran ke Belanda. Dalam waktu yang bersamaan, beliau
mendapat tawaran bekerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda di Jeddah, Arab
Saudi. Ini terjadi kira-kira tahun 1906 hingga 1911. Beliau akhirnya menerima
tawaran tersebut. Selain bekerja, beliau juga memperdalam ilmu agama Islamm
beliau langsung pada Imam Masjidil Haram yang masih pamannya juga yang bernama
Syech Ahmad Khatib. Beliau juga mempelajari ilmu diplomasi. Ketajaman ilmu
agama dan ilmu politik Agus Salim benar-benar diasah di Arab Saudi. Hingga ketika
pulang ke Indonesia, beliau telah mantab untuk bergabung dalam pergerakan
nasional. Beliau juga mendirikan sekolah HIS (Hollandsche Inlandesche School).
Dalam dunia politik, Agus Salim
kemudian bergabung dengan Serikat Islam pimpinan HOS Tjokroaminoto dan Abdul
Muis pada 1915. Awalnya SI memiliki perwakilan di pemerintah Hindia Belanda
yaitu di Volksraad (semacam DPR/MPR). Di Volksraad, SI diwakili oleh kedua
tokoh pimpinannya yaitu HOS Tjokroaminoto dan abdul Muis. Namun kedua tokoh ini
mundur karena tak menyukai kebijakan Belanda. Akhirnya tempat itu digantikan
oleh Agus Salim. Ternyata Agus Salim juga mengalami kekecewaan yang sama
seperti yang dirasakan pendahulunya. Akhirnya Agus Salim berkesimpulan bahwa
berjuang dari ‘dalam’ tak ada gunanya. Akhirnya Agus Salim keluar dari
Volksraad dan fokus pada SI.
Di tahun 1923, SI mengalami perpecahan
ideologi dimana beberpa tokoh SI seperti Semaun dan Darsono menghendaki agar SI
condong ke ‘kiri’ sedang Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto tetap menghendaki SI lebih
berhalauan ‘kanan’.
Akhirnya SI pecah jadi dua yaitu SI kanan dan
SI kiri yang kemudian berubah menjadi Sarekat Rakyat yang merupakan cikal bakal
PKI.
Agus Salim tetap setia dengan Serikat Islam.
Kedudukan Agus Salim dalam SI sebenarnya biasa saja bahkan karena beliau pernah
bekerja di pemerintahan dan tak pernah dipenjarakan seperti HOS Tjokroaminoto,
beliau sempat dituduh mata-mata Belanda. Namun Agus Salim menepisnya melalui
pidato-pidatonya yang sering mengkritik pemerintahan Belanda.
Agus Salim bahkan didaulat sebagai pimpinan
puncak SI ketika HOS Tjokroaminoto wafat pada 1934.
Kiprah Agus Salim tak hanya melalui SI.
Beliau juga telah mendirikan Jong Islamieten Bond dimana beliau membuat
perubahan baru untuk mengganti doktrin keagamaan yang kaku dengan meniadakan
hijab kain pada duduk laki-laki dan perempuan dalam kongres Jong Islamieten
Bond ke 2 di Yogyakarta tahun 1927. Tentunya hal ini sudah disetujui oleh
seluruh pengurus organisasi.
Pada saat Indonesia akan memproklamirkan
kemerdekaannya, Agus Salim didaulat menjadi anggota PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Ketika Republik tercinta ini berhasil merdeka, Agus
Salim diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung. Beliau juga diangkat
menjadi Menteri Muda Luar Negeri pada Kabinet Syahrir I dan II juga dalam
Kabinet Hatta. Hal ini mengingat Agus Salim sangat pandai dalam berdiplomasi
serta menguasai tujuh bahasa asing. Beliau juga ditunjuk menjadi penasehat
Menteri Luar Negeri setelah Indonesia diakui kedaulatannya dimata dunia Internasional.
Agus Salim juga mendapat julukan “The Grand
Old Man” . Hal ini karena kepiawaiannya dalam berdiplomasi yang belum ada
tandingannya saat itu. Agus Salim memiliki perawakan yang kecil dan terbiasa
dengan mengenakan sarung dan peci. Kesederhanaan hidupnya ini tidak
menggambarkan kesederhanaan pemikirannya. Agus Salim memiliki jiwa yang bebas,
beliau tak mau dikekang oleh batasan-batasan. Beliau berhasil mendobrak tradisi
Minang yang cukup kolot.
Beliau selalu berpindah-pindah dan tak pernah memiliki
rumah tetap. Surabaya, Yogya dan Jakarta adalah sebaran hidup beliau. Di
kota-kota tersebut beliau hanya menyewa rumah kevil dan sangat sederhana.
Beliau juga mengajar anaknya sendiri. Anaknya tak ada yang bersekolah di
sekolah formal. Hanya anak bontotnya yang bersekolah di sekolah formal. Hal ini
beliau lakukan karena beliau bisa memiliki keahlian ini semua bukan berasal
dari sekolah formal melainkan dari otodidak ‘learning by doing’ dalam kehidupan
nyata.
”Saya telah melalui jalan berlumpur akibat pendidikan kolonial,” ujarnya
tentang penolakannya terhadap pendidikan formal kolonial yang juga sebagai
bentuk pembangkangannya terhadap kekuasaan Belanda.
Haji Agus Salim menghembuskan nafas
terakhirnya pada tanggal 4 November 1954 di usia 70 tahun.
Agus Salim adalah pahlawan nasional yang
sangat langka. Beliau hampir sempurna dalam hal diplomasi. Latar belakang
beliau yang anak dari seorang pejabat pemerintahan sekaligus dari keluarga
religius turut mewarnai pribadi Agus Salim. Perjuangan dan pengorbanan beliau
untuk Republik ini patut kita berucap trima kasih sebesar-besarnya.
Tak hanya Agus Salim tapi juga bagi semua
jasa pahlawan-pahlawan yang telah memberikan segenap hidup, jiwa, raga, harta,
nyawa bahkan keluarganya demi tercpainya kemerdekaan Indonesia.
Agus Salim adalah pribadi perpaduan dari
nilai-nilai keIslaman, keIndonesiaan dan kemodernan. Terimakasih kami untuk
anda Haji Agus Salim semoga semua yang telah anda berikan menjadi amal jariyah
di akherat kelak. AMIN.
0 komentar:
Posting Komentar